Budaya Nongki, Itu Sebenernya Perlu Gak Sih Buat Penerus Bangsa?Nongki
Hari gini, siapa sih yang gak kenal “nongki”? Nongkrong di kafe, warung kopi, atau sekadar duduk-duduk sambil scroll HP bareng temen. Banyak yang bilang itu buang waktu, gak produktif, dan cuma gaya-gayaan. Tapi, bener gak sih? Apa nongki cuma sebatas gaya hidup konsumtif, atau sebenarnya punya nilai lebih buat generasi muda?
Di satu sisi, nongki bisa jadi sarana healing, tempat bertukar pikiran, bahkan jadi ruang diskusi santai soal hal-hal serius—dari tugas kuliah sampai masa depan bangsa. Banyak ide besar lahir dari obrolan ringan di warung kopi.
Tapi di sisi lain, budaya nongki juga bisa jadi jebakan. Nongkrong tiap hari tapi gak ada arah, ngabisin uang jajan, dan lupa prioritas. Apalagi kalau cuma buat update story biar kelihatan gaul.
Jadi, balik lagi ke mindset. Nongki bisa positif kalau isinya produktif: ngobrol yang berbobot, relasi yang membangun, atau sekadar recharge supaya gak burnout. Tapi kalau cuma biar gak FOMO? Mungkin perlu dipikirin lagi.
Penerus bangsa bukan berarti harus serius terus. Nongki sah-sah aja, asal gak ngilangin esensi: tetap punya arah, tujuan, dan manfaat. Karena kadang, perubahan besar dimulai dari obrolan kecil sambil ngopi.
Newsletter
Ingin tahu perkembangan berita, artikel, opini dan karya sastra dari kami? Drop email anda
untuk berlangganan
Keamanan email anda menjadi prioritas keamanan kami