Di tengah hiruk-pikuk kota, tugas numpuk, deadline kejar-kejaran, dan dompet yang kadang lebih tipis dari tisu, ada satu hal yang selalu jadi angan-angan anak rantau. Iya bener banget pulang ke rumah. Katanya healing bisa ke pantai, naik gunung, staycation di hotel mewah, atau sekadar ngopi sambil dengerin lagu galau. Tapi buat anak rantau, semua itu cuma pelarian sesaat. Healing yang paling mujarab? Cuma satu pulang ke rumah.
Rumah bukan cuma soal tembok dan genteng. Rumah itu tempat di mana kita bisa tidur tanpa mikirin biaya kos bulan depan. Tempat di mana nasi, lauk, dan sambal selalu ada tanpa harus buka aplikasi ojek online. Tempat di mana ada pelukan ibu, senyum bapak, dan tawa adik yang udah lama nggak kita denger karena sibuk ngejar hidup di kota orang. Pulang ke rumah itu bukan cuma soal fisik. Tapi juga soal hati yang kembali diisi. Soal tangisan yang bisa keluar tanpa ditahan. Soal cerita-cerita capek yang bisa ditumpahkan tanpa takut dihakimi.
Kadang, di kota kita jadi kuat karena terpaksa. Harus pura-pura baik-baik aja biar nggak nyusahin orang rumah. Harus mandiri, harus tahan, harus bisa. Tapi di rumah, kita bisa kembali jadi anak. Anak yang nggak apa-apa kalau nangis. Nggak apa-apa kalau lemah. Nggak apa-apa kalau cuma rebahan seharian sambil dengerin obrolan ibu di dapur.
Pulang ke rumah itu bukan soal kabur dari kenyataan. Tapi tentang mengisi ulang tenaga, biar kuat lagi berdiri di tempat asing yang kita sebut “perjuangan”. Jadi buat kamu, anak rantau yang lagi lelah, kalau semesta mengizinkan dan waktu memungkinkan, pulanglah. Bukan buat lari, tapi buat sembuh. Karena kadang, pelukan ibu dan sapaan bapak di depan pintu itu lebih menyembuhkan daripada semua liburan mewah yang bisa kita beli.
"Aku capekk..aku pengen pulangg"