Legenda Batu Belah Batu Bertangkup
Di sebuah desa kecil di Kepulauan Riau, hiduplah seorang ibu bersama dua anaknya, seorang gadis bernama Melati dan adiknya yang bernama Bujang. Sang ibu adalah seorang janda yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Ia sering pergi ke ladang dan sungai setiap hari, memastikan anak-anaknya tetap mendapatkan makanan meski kehidupan mereka serba kekurangan.
Melati adalah anak yang rajin dan selalu membantu ibunya, berbeda dengan Bujang yang lebih sering bermain tanpa peduli pada pekerjaan rumah atau kesulitan keluarga. Sang ibu sering kali menasihati Bujang agar lebih bertanggung jawab, tetapi anak itu tetap nakal dan acuh.
Suatu pagi, ibu pergi ke sungai untuk menangkap ikan. Dengan perjuangan keras, ia berhasil menangkap seekor ikan besar, sesuatu yang jarang ia dapatkan. Wajahnya berseri-seri membayangkan ikan itu akan menjadi santapan lezat bagi keluarganya.
Sesampainya di rumah, ibu memasak ikan itu dengan hati-hati. Ia berkata kepada anak-anaknya, "Ibu sudah bekerja keras untuk mendapatkan ikan ini. Mari kita makan bersama nanti." Setelah selesai memasak, ia menyimpan ikan tersebut di dapur dan kembali ke ladang untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Namun, saat sang ibu pergi, Bujang tidak bisa menahan rasa laparnya. Ia masuk ke dapur, mengambil ikan yang telah matang, dan memakannya hampir habis. Yang tersisa hanyalah kepala dan tulangnya.
Ketika ibu kembali, ia menemukan ikan itu sudah tidak utuh lagi. Dengan nada terkejut, ia bertanya, "Siapa yang memakan ikan ini tanpa izin?"
Melati, yang sedang membantu di rumah, tampak bingung. Ia tidak tahu apa-apa. Sementara itu, Bujang hanya menunduk tanpa berkata apa pun.
"Kenapa kau begitu egois, Bujang? Ibu sudah bekerja keras untuk kita semua. Kau hanya memikirkan dirimu sendiri," kata sang ibu, suaranya bergetar menahan amarah dan kecewa.
Namun, Bujang tetap diam, seolah tidak merasa bersalah. Hati sang ibu hancur. Ia merasa lelah dan tidak dihargai atas semua perjuangannya. Dengan hati yang penuh luka, ia memutuskan pergi meninggalkan rumah.
Ibu berjalan jauh hingga sampai di sebuah batu besar yang dikenal sebagai Batu Belah Batu Bertangkup. Menurut cerita, batu ini memiliki kekuatan untuk menelan siapa saja yang datang dengan hati penuh kesedihan.
Dengan air mata yang terus mengalir, sang ibu berdiri di depan batu itu dan berkata, "Wahai Batu Belah Batu Bertangkup, telanlah aku. Aku tidak sanggup lagi menanggung beban ini."
Batu itu perlahan terbuka. Sang ibu melangkah masuk ke dalamnya, menghilang selamanya.
Melati, yang menyadari ibunya tidak ada di rumah, segera mencari dan menemukan jejaknya di dekat batu. Ia berlari sambil menangis dan berteriak, "Ibu, jangan pergi! Aku janji akan menjaga adik dan tidak akan membuatmu sedih lagi!"
Namun, batu itu telah menutup rapat. Sang ibu tidak kembali.
Bujang, yang melihat Melati menangis di depan batu, mulai menyadari kesalahannya. Ia merasa sangat menyesal telah membuat ibunya begitu kecewa. Tetapi semuanya sudah terlambat.
Pesan Moral
Cerita ini mengajarkan bahwa kita harus menghargai jerih payah orang tua yang telah berkorban demi kebahagiaan kita. Ketidakpedulian dan sikap egois dapat membawa penyesalan yang tidak bisa diperbaiki. Jangan pernah menunggu sampai semuanya terlambat untuk menunjukkan rasa terima kasih dan kasih sayang kepada orang tua.